Blogger news

Fakta Dibalik Veto Russia dan China


By. Masykur A. Baddal - Heboh terjadi di barisan negara-negara Barat serta sekutunya, paska penggunaan Rusia dan Cina hak vetonya dalam menolak resolusi PBB, yang berisi kutukan terhadap kebijakan pemerintah Suriah dalam meredam aksi protes warganya.
Ungkapan tendensius yang datang dari Washington menggambarkan, bahwa apa yang dilakukan oleh Rusia dan Cina sebagai sesuatu yang memalukan, sementara Inggris mengatakan veto itu sama saja dengan membiarkan rakyat Suriah terpuruk dan saling bunuh.
Selanjutnya Dubes AS untuk PBB, Susan Rice mengatakan, “Pertumpahan darah yang terjadi terus di negara itu akan menjadi tanggung jawab mereka”, disamping itu  langkah penolakan Cina dan Rusia kata Rice juga menunjukan bahwa kedua negara mempunyai tujuan untuk menjual nasib rakyat Suriah, dan melindungi kekuasaan tiran yang pengecut berlindung dibalik anak-anak dan wanita.
Perancis, sebagai salah satu sekutu Barat yang mempunyai pengaruh luas di Timur Tengah. Melalui presidennya Nicolas Sarkozy, mengatakan, “sangat menyesalkan” veto yang digunakan Cina dan Rusia”.
Sebenarnya, keputusan Rusia menggunakan hak vetonya dalam masalah Suriah sudah sangat jelas dari awal. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Dubes Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengatakan, “laporan yang diajukan sebagai dasar rencana dikeluarkannya resolusi itu tidak berimbang. Laporan itu menurut mereka hanya menyoroti kebijakan Presiden Bashar al-Assad dan tidak menyoroti aksi yang dilakukan kelompok oposisi yang juga bersenjata berat.
Sementara itu, Cina yang menjadi mitra strategis Rusia, menyebutkan bahwa resolusi ini kontraproduktif dengan upaya penyelesaian di Suriah. Dalam kondisi seperti sekarang ini, menekan atau memaksakan solusi apapun kepada Suriah tidak akan membantu penyelesaian persoalan di negara itu. Demikian, sebagaimana disampaikan Dubes Cina untuk PBB Li Badong.
Di lain pihak, kegagalan DK PBB dalam mengeluarkan resolusi tentang Suriah akibat penggunaan hak veto Cina dan Rusia ini, disambut bergemuruh oleh warga Suriah pro-Assad di Damaskus. “Saya percaya masih ada banyak masalah penting lainnya bagi DK PBB perlu segera ditangani seperti kelaparan di Somalia dan Gaza,” kata salah seorang diantara massa yang berkumpul, sebagaimana yang dilansir BBC News.
Seorang analis politik Timur Tengah pada harian Al Hayat, George Samaan dari Beirut mengatakan, kepentingan Rusia sesungguhnya bukan mempertahankan Presiden Assad, melainkan mencari pengganti yang menjamin kepentingan Rusia di Suriah dan Timur Tengah. Seperti diketahui, Suriah dan Rusia memiliki hubungan historis yang sangat panjang, sejak era Perang Dingin hingga kini. Di mata Rusia, Suriah adalah pijakan pengaruhnya di Timur Tengah. Bagi Rusia, kehilangan Suriah adalah kehilangan Timur Tengah seluruhnya. Itulah isyarat yang disampaikan Rusia tentang pentingnya posisi Suriah ketika Rusia mengirim kapal perang ke kota Tartus beberapa waktu yang lalu.
Di sisi lain, Rusia tampaknya kurang konek dengan dewan nasional Suriah yang beroposisi dan berbasis di Istanbul, Turki. Barangkali Rusia melihat dewan nasional Suriah tidak bisa menjamin kepentingannya di Timur Tengah. Apalagi, hasil pemilu di Mesir, Tunisia, dan Maroko yang dimenangi kubu islamis membuat Rusia berpikir seribu kali untuk Assad. Alternatif dari rezim Assad di Suriah kini hanya dua, yaitu Ikhwanul Muslimin (IM) atau dewan nasional transisi plus faksi-faksi oposisi yang lebih kecil.
Intinya, jika pemilu bebas dan transparan segera digelar di Suriah, hampir pasti IM akan menang, seperti yang terjadi di Mesir, Tunisia, dan Maroko. Perlu diketahui IM Suriah dikenal merupakan yang terkuat setelah Mesir. Dan mereka belum tentu bersedia mengakomodasi kepentingan Rusia, yang kurang memiliki hubungan dekat dengan kubu islamis.
Sebagai mitra strategis Rusia, Cina yang dalam hal ini sudah mulai menunjukkan peranan ekonomisnya di dunia Arab. Merasa perlu untuk terus bergandengan tangan dengan Rusia, demi mengamankan kepentingannya di kawasan Timur Tengah. Yang kini sudah menjelma menjadi pasar empuk bagi produk negara tirai bambu tersebut.
Selanjutnya dalam nota diplomatisnya sebagaimana dilansir oleh Kantor Berita Xinhua, Kementerian Luar Negeri Cina menyeru negara asing agar tidak ikut campur-tangan dalam urusan dalam negeri Suriah, dan berharap masyarakat internasional memainkan peran konstruktif dalam konflik di negeri itu. Menteri Luar Negeri Cina Yang Jiechi juga menegaskan, negaranya mendukung pembaruan yang dilakukan oleh Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang selama ini mereka anggap sudah berada di jalur yang benar.


0 Responses So Far: